Surat kabar itu mengatakan dalam sebuah laporan yang dipublikasikan di websitenya pada hari Rabu (13/7) bahwa media-media Amerika menutup mata terhadap kezaliman dan bahaya yang menimpa jutaan orang yang tertindas. Mereka merancang dan merekayasa tuduhan masif untuk menyudutkan dan membahayakan terhadap kaum Muslim. Banyak kaum laki-laki, dan bahkan perempuan yang mendapat tuduhan palsu, seperti melakukan aksi terorisme atau persekongkolan. Mereka sebenarnya bukan orang-orang bersalah hanya karena mereka telah dipilih untuk dijadikan korban oleh Paman Sam, atau keberadaannya mereka di Amerika Serikat pada waktu yang tidak tepat.
Mengapa Islam dan Kaum Muslim?
Surat kabar itu bertanya-tanya mengapa kaum Muslim? Padahal semua tahu bahwa Islam mengajarkan cinta bukan kebencian, kedamaian bukan kekerasan, kebaikan bukan keserakahan, dan toleransi bukan terorisme.
Surat kabar mengatakan, mengapa Islam? Padahal Islam agama yang menyerukan pada nilai-nilai yang sama seperti yang diserukan oleh orang Kristen dan Yahudi. Surat kabar mengatakan siapa yang tahu jawaban atas pertanyaan ini sekarang di atmosfer yang bermuatan kebencian dan ketakutan, pada saat Amerika Serikat melancarkan perang global terhadap Islam, bahkan di dalam negeri-negeri kaum Muslim.
Surat kabar mengatakan bahwa Ahmed Abdul Qadir Warsame adalah orang yang terakhir yang menjadi target Amerika Serikat, di mana ia ditangkap secara ilegal, diinterogasi, dan bahkan tampak sekali bekas bahwa ia disiksa di laut selama dua bulan dengan dalih yang tidak bisa diterima akal sehat bahwa ia memiliki keterlibatan dengan sejumlah kelompok teroris.
Dikatakan bahwa setelah serangan 11 September, AS terus mengulang skenario yang sama bahkan lebih keras dan kejam terhadap ratusan korban yang tidak bersalah. Sementara media-media Amerika menyatakan mereka bersalah dengan melancarkan serangan. Media-media turut membuat dan merekayasa tuduhan dengan cara-cara yang tidak sepantasnya dilakukan oleh wartawan yang terhormat.
Surat kabar itu menambahkan bahwa pada tanggal 5 Juli, Menteri Pertahanan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan yang berjudul: “Pemimpin gerakan pemuda yang dituduh memberikan bebrbagai bahan pada gerakan dan al-Qaeda di Semenanjung Arab”, bahwa Abdul Qadir dipastikan keterlibatannya dalam tuduhan yang ditimpakan kepadanya. Abdul Qadir telah memberikan bebrbagai bahan pada gerakan pemuda dan al-Qaeda, di samping bersekongkol, mengajarkan bagaimana cara membuat bahan peledak, memili senjata dan bahan peledak, di samping tuduhan-tuduhan lainnya.
Surat kabar itu mengatakan bahwa tidak ada bukti ketika tuduhan-tuduhan itu ditimpakan kepada para tahanan yang dituduh terlibat dalam aksi terorisme atau persekongkolan. Bahkan lebih dari itu, Menteri Luar Negeri AS mengumumkan bahwa Gerakan Pemuda Somalia adalah “organisasi teroris dan asing” pada 2008. Dan itulah yang sudah biasa dilakukan terhadap kelompok-kelompok lain untuk digunakannya sebagai kambing hitam demi meraih keuntungan politiknya.
Teroris … dan Pejuang Kemerdekaan
Surat kabar mengatakan bahwa anggota Gerakan Pemuda Somalia sebenarnya adalah pejuang kemerdekaan, bukan teroris. Sementara al-Qaeda berasal dari ciptaan dan buatan Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) pada tahun delapan puluhan.
Dikatakan bahwa tidak ada hak bagi negara manapun untuk menuduh warga negara atau penduduk negara lain dengan kejahatan yang dilakukan di dalam negara-negara ini, namun negara-negara ini saja yang memiliki arahan seperti tuduhan-tuduhan tersebut. Akan tetapi hal ini tidak mampu mencegah militer AS atau agen-agen intelijen Amerika adri beroperasi secara ilegal di mana-mana melalui rezim-rezim bonekanya, penekanan atau bersedia secara sukarela perkara itu terjadi di dalam negerinya.
Surat kabar itu mengatakan bahwa AS setelah serangan 11 September 2001 banyak melakukan kejahatan perang yang sangat keji dan kejahatan terhadap kemanusiaan di sejumlah negara, termasuk di Somalia. AS juga melancarkan perang totaliter melawan Islam, dan membunuh jutaan dalam operasi genosida yang terorganisir dengan setiap standar gandanya.
Surat kabar itu mengakhiri laporannya dengan mengatakan bahwa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang didirikan berdasarkan Statuta Roma pada bulan Juli 2002 secara tegas menuntut individu-individu yang terlibat dalam agresi, genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, sayangnya Mahkamah ini hanya digunakan sebagai alat untuk melayani kolonial, dan sasarannya adalah para korban yang tidak berdaya, bukan pada penjahat yang menjadi sumber kejahatan, seperti Amerika
Di Like Ya Gan
0 komentar:
Posting Komentar